Ingat Mobil Nasional Ketika Jalan-jalan di Kota Seoul
SEPANJANG perjalanan darat dengan menggunakan bus dari Bandara Incheon menuju pusat Kota Seoul, Korea Selatan, pertengahan bulan Oktober lalu, kondisi lalu lintas terasa padat namun tertib. Meski waktu tempuh menuju Kota Seoul sekitar satu setengah jam, para pengendara tidak jenuh karena di kiri kanan jalan terdapat banyak pemandangan dan hutan kota.
TIDAK itu saja, perjalanan dari Incheon menuju pusat Kota Seoul juga bisa terbentang Sungai Han yang luas. Di sebagian ruas jalan terdapat berbagai tanaman hijau dan bunga berwarna-warni yang sengaja ditanam sebagai bagian dari aksesori jalan raya. Pemandangan ini tentu saja bisa mengurangi kepenatan para pengemudi saat mereka berada di jalan raya.
Mobil keluarga terbaik
Begitu memasuki Kota Seoul, lalu lintas terasa mulai padat. Meski demikian, arus kendaraan berjalan dengan tertib dan tidak banyak dijumpai ulah pengemudi yang saling menyerobot, seperti di Jakarta. Jarak antara kendaraan benar-benar dijaga setiap pengemudi kendaraan di Kota Seoul, termasuk pada saat kendaraan sedang mengantre ketika berhenti di perempatan lampu lalu lintas.
Yang mengagumkan, di sepanjang jalan dari Bandara Incheon menuju Hotel Grand Intercontinental di Jalan Samsung-Dong, Seoul bagian selatan, nyaris tidak dijumpai mobil buatan Jepang. Memang ada satu dua mobil buatan Eropa, seperti di antaranya BMW, Volvo, dan Mercedes Benz, namun selebihnya dipenuhi dengan kendaraan produksi Korea Selatan (Korsel), seperti Hyundai dan KIA.
Berbagai merek mobil Hyundai mewarnai jalan-jalan di Kota Seoul, seperti Hyundai Trajet, Elantra, Atoz, Santa Fe, Matrix, Accent, dan Getz. Sementara mobil produk KIA Motors di antaranya KIA Visto, Carens, Carnival, Sephia (di Indonesia dikenal dengan sedan Timor), Sedona, dan Sorento. Tidak hanya mobil sedan atau mobil keluarga, kendaraan niaga dan truk yang berseliweran di Kota Seoul dan sekitarnya merupakan produk dari perusahaan otomotif yang ada di Korsel.
FANATISME warga Korea Selatan terhadap kendaraan produk sendiri sangat boleh jadi karena mereka merasa harus “balas dendam” kepada Jepang yang pernah menjajah negeri itu dari tahun 1910 sampai tahun 1945. Tidak hanya di sektor otomotif, Korsel juga bersaing dengan Jepang di bidang lainnya seperti dalam bidang sains dan industri telekomunikasi.
Ketika menyaksikan beragam jenis mobil KIA di Kota Seoul, Kompas teringat dengan proyek mobil nasional (mobnas) bernama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat) yang gagal dikembangkan di Indonesia menyusul tumbangnya rezim pemerintahan Orde Baru. Ketika itu proyek mobnas akan dikembangkan PT Timor Putra Nasional (PT TPN), yang sahamnya ketika itu dimiliki Hutomo “Tommy” Mandala Putra yang juga salah satu anak mantan Presiden Soeharto.
Proyek mobnas gagal bukan karena mutu dari kendaraan KIA (Sephia) yang jelek, tetapi lebih disebabkan adanya nuansa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam proyek tersebut. Betapa tidak, ketika itu proyek tersebut hanya dijalankan PT TPN, yang kemudian mendapat fasilitas pembebasan pajak dari pemerintah, seperti pajak bea masuk (BM).
Mutu mobil KIA yang ada di Korsel maupun yang sempat didatangkan ke Indonesia untuk proyek mobnas sebenarnya bagus. Pada bulan Februari tahun 1997, Kompas sempat menyaksikan langsung proses pembuatan mobil-mobil produk KIA Motor, termasuk KIA Sephia (Timor) di Assan Bay, sekitar 120 kilometer dari Kota Seoul. Misi utamanya waktu itu untuk membuktikan ada tidaknya pekerja dari Indonesia yang bekerja di pabrik kendaraan tersebut.
Waktu itu keberadaan pekerja dari Indonesia di KIA Motor menjadi penting dalam rangka proses alih teknologi terkait dengan proyek mobnas di Indonesia. Rencananya ketika itu, sebelum mobnas diproduksi seluruhnya di Indonesia, PT TPN mengimpor dulu KIA Sephia (Timor) secara utuh (built up).
SAMBIL mempersiapkan infrastruktur pabrik mobnas di Cikampek, Jawa Barat, para pekerja asal Indonesia mendalami proses pembuatan mobil Timor di Korsel. Tentu saja pembangunan infrastruktur itu pun mendapat dukungan dari perbankan nasional. Bahkan, pada tanggal 12 Agustus 1997, beberapa bulan sebelum Indonesia dihantam krisis moneter, PT TPN sempat mendapat kredit sindikasi dari 16 bank nasional senilai 690 juta dollar Amerika Serikat (AS).
Pinjaman sindikasi tersebut dipimpin Bank Dagang Negara (sekarang Bank Mandiri) dengan tingkat suku bunga tiga persen di atas bunga deposito dengan masa pinjaman selama 10 tahun. Insentif pajak dan kemudahan kredit dari perbankan itu yang banyak ditentang masyarakat, sementara PT TPN sendiri relatif baru terjun dalam dunia otomotif. Karena itu, banyak orang meragukan kemampuan PT TPN dalam menjalankan proyek mobnas.
Ketika pemerintah Orde Baru melalui PT TPN hendak mengembangkan mobnas, kelompok usaha Bimantara yang dipimpin Bambang Triatmojo (putra mantan Presiden Soeharto) juga tidak mau kalah. Ketika itu, Bimantara mengimpor mobil secara utuh mobil sedan Hyundai Elantra. Waktu itu namanya disesuaikan dengan merek yang bernuansa Indonesia sehingga Hyundai Elantra berganti nama menjadi Bimantara Cakra (1.500 cc) dan Bimantara Nenggala (1.800 cc).Langkah serupa kemudian juga diikuti oleh kelompok usaha Citra yang dipimpin Siti Hardiyati Indra Rukmana yang biasa dipanggil Mbak Tutut, juga salah satu anak mantan Presiden Soeharto. Ketika itu Grup Citra mengimpor sedan Proton secara utuh dari Malaysia, namun kendaraan tersebut hanya dijadikan untuk taksi.
Ketika dihantam krisis moneter yang kemudian diikuti dengan krisis ekonomi yang berkepanjangan, fasilitas kredit yang sempat diperoleh PT TPN macet sehingga akhirnya masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Akhirnya, proyek mobnas gagal total, sedangkan sisa mobil Timor yang sudah telanjur didatangkan ke Indonesia namun belum terjual terpaksa harus dilelang oleh BPPN dengan harga murah. Sebagian dari stok mobil Timor itu dibeli beberapa perusahaan taksi. Tentu saja dengan harga miring.
Setelah itu citra mobil Timor hancur, namun merosotnya image itu lebih disebabkan faktor nonteknis dan politis. Padahal, secara teknis sesungguhnya kinerja mobil sedan yang menyandang mesin 1.500 cc itu relatif bagus. Sebagian sedan Timor yang rusak kemungkinan akibat terlalu lama dijemur dan terkena hujan di daerah Cikampek sehingga tidak heran jika ada sebagian masyarakat yang baru membeli sedan mobil Timor, mendapati mutu mesin yang rusak.
Hal itu terjadi karena sedan Timor didatangkan ke Indonesia sejak akhir 1996, namun sebagian ada yang baru dijual pada tahun 1998 dan 1999. Jenis KIA Sephia atau sedan Timor yang didatangkan ke Indonesia adalah single over-head camshaft (SOHC) dan double over- head camshaft (DOHC).
DI pabriknya di Assan Bay, setiap kendaraan produksi KIA Motors menjalani proses produksi dengan pengawasan yang sangat ketat. Setiap komponen sedan KIA Sephia dikontrol dan diteliti secara cermat. Sebelum dilempar ke pasaran, setiap mobil produk KIA Motors mesti menjalani tes, tidak hanya di jalan datar, tetapi di velodrom. Di tempat itu, setiap kendaraan diuji coba untuk mengetahui kinerja mesinnya saat dipacu pada kecepatan penuh.
Tidak hanya itu saja, uji coba kendaraan di velodrom seperti kita menyaksikan pembalap sepeda. Kendaraan adakalanya dipacu pada kecepatan dan kemiringan jalan tertentu. Hal itu dilakukan untuk mengetahui kestabilan mobil-mobil yang diproduksi KIA Motors. Keandalan mobil akan terlihat ketika diuji pada kecepatan tertentu sambil belok pada kondisi jalan yang miring di velodrom.
Di negeri asalnya di Korsel, terdapat juga KIA Sephia model salon sehingga bodi kendaraan tersebut tampak lebih besar. Jumlah mobil KIA Sephia di Korsel sudah semakin sedikit digantikan oleh produk baru, yakni mobil-mobil keluarga seperti Carens I dan II, Carnival dan New Carnival, serta Sorento.
Meskipun proyek mobnas gagal, produk mobil KIA Motors tetap bisa dilihat di jalan-jalan di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia. Saat ini mobil- mobil dari negeri Ginseng berusaha untuk mengalahkan dominasi mobil Jepang di Indonesia.
Post a Comment for "Ingat Mobil Nasional Ketika Jalan-jalan di Kota Seoul"